Pertemuan
ke 2
Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pengembangan Kemampuan untuk Sarjana
atau Profesional
PKn bertujuan agar peserta didik memiliki wawasan
kesadaran bernegara untuk bela Negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan
pola perilaku untuk cinta tanah air Indonesia, memiliki wawasan kebangsaan,
kesadaran berbangsa dan bernegara sehingga terbentuk daya tangkal sebagai
ketahanan nasional, dan memiliki pola sikap dan pola pikir yang komprehensif,
integral pada aspek kehidupan nasional.
Pada hakikatnya sebagai
seorang sarjana atau profesional kita perlu memahami tentang Indonesia,
memiliki kepribadian Indonesia, memiliki rasa kebangsaan Indonesia, dan
mencintai tanah air Indoneisa. Maka, kita menjadi warga Negara yang baik dan
terdidik dalam kehidupan bermasyarakat, bangsa, dan Negara yang demokratis.
Konsep
dan urgensi Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pencerdasan Kehidupan Bangsa
Konsep
PKn secara etimologis, PKn dibentuk oleh dua kata, ialah kata “pendidikan” dan
kata “kewarganegaraan”. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. (UU No. 20
Tahun 2003 Pasal 1). Istilah
kewarganegaraan tidak bisa dilepaskan dengan istilah warga Negara, ketiganya
dinyatakan dalam literatur inggris yaitu, citizen, citizenship, dan citizenship
education. Hubungan ketiga istilah tersebut seperti yang dikemukakan oleh John
J. Cogan & Ray Derricott dalam bukunya, ‘Seorang warga negara didefinisikan
sebagai 'anggota konstituen masyarakat'. Kewarganegaraan di sisi lain,
dikatakan sebagai seperangkat karakteristik menjadi warga negara. Dan akhirnya,
pendidikan kewarganegaraan sebagai titik fokus yang mendasari sebuah studi,
didefinisikan sebagai 'kontribusi pendidikan untuk pengembangan karakteristik
warga negara'.
Konsep PKn secara yuridis,
“kwarganegaraan adalah segala hal ihwal
yang berhubungan dengan warga Negara. (UU RI No.12 Tahun 2006 Pasal 1 Ayat 2)
pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. (UU RI No.20 Tahun
2003, Penjelasan Pasal 37)”
Konsep PKn secara teoritis menurut
beberapa ahli “Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang
berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan
lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan
orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir
kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup
demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.”
Esensi
dan Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan untuk Masa Depan
Berdasarkan hasil analisis ahli ekonomi yang
diterbitkan oleh Kemendikbud (2013) bangsa Indonesia akan mendapat bonus
demografi (demographic bonus) sebagai modal Indonesia pada tahun 2045.
Indonesia pada tahun 2030-2045 akan mempunyai usia produktif (15-64 tahun) yang
berlimpah. Inilah yang dimaksud bonus demografi. Bonus demografi ini adalah
peluang yang harus ditangkap dan bangsa Indonesia perlu mempersiapkan untuk
mewujudkannya. Usia produktif akan mampu berproduksi secara optimal apabila dipersiapkan
dengan baik dan benar, tentunya cara yang paling strategis adalah melalui
pendidikan, termasuk pendidikan kewarganegaraan.
Pertemuan
Ke 3
Sumber
Historis, Sosiologi, dan Politik Tentang Pendidikan Kewarganegaraan
secara historis, PKn di Indonesia senantiasa
mengalami perubahan baik istilah maupun substansi sesuai dengan perkembangan
peraturan perundangan, iptek, perubahan masyarakat, dan tantangan global.
Secara historis, pendidikan kewarganegaraan dalam arti substansi telah dimulai
jauh sebelum Indonesia diproklamasikan sebagai negara merdeka. Dalam sejarah
kebangsaan Indonesia, berdirinya organisasi Boedi Oetomo tahun 1908 disepakati
sebagai Hari Kebangkitan Nasional karena pada saat itulah dalam diri bangsa
Indonesia mulai tumbuh kesadaran sebagai bangsa walaupun belum menamakan
Indonesia. Setelah berdiri Boedi Oetomo, berdiri pula organisasi-organisasi
pergerakan kebangsaan lain seperti Syarikat Islam, Muhammadiyah, Indische
Party, PSII, PKI, NU, dan organisasi lainnya yang tujuan akhirnya ingin
melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Pada tahun 1928, para pemuda yang
berasal dari wilayah Nusantara berikrar menyatakan diri sebagai bangsa
Indonesia, bertanah air, dan berbahasa persatuan bahasa Indonesia.
Secara sosiologis, PKn Indonesia
sudah sewajarnya mengalami perubahan mengikuti perubahan yang terjadi di
masyarakat. PKn pada
saat permulaan atau awal kemerdekaan lebih banyak dilakukan pada tataran sosial
kultural dan dilakukan oleh para pemimpin negarabangsa. Dalam pidato-pidatonya,
para pemimpin mengajak seluruh rakyat untuk mencintai tanah air dan bangsa
Indonesia. Seluruh pemimpin bangsa membakar semangat rakyat untuk mengusir
penjajah yang hendak kembali menguasai dan menduduki Indonesia yang telah
dinyatakan merdeka. Pidato-pidato dan ceramah-ceramah yang dilakukan oleh para
pejuang, serta kyai-kyai di pondok pesantren yang mengajak umat berjuang
mempertahankan tanah air merupakan PKn dalam dimensi sosial kultural. PKn dalam dimensi sosiologis
sangat diperlukan oleh masyarakat dan akhirnya negara-bangsa untuk menjaga,
memelihara, dan mempertahankan eksistensi negara-bangsa.
Secara
politis, PKn Indonesia akan terus mengalami perubahan sejalan dengan perubahan
sistem ketatanegaraan dan pemerintahan, terutama perubahan konstitusi. Secara
politis, pendidikan kewarganegaraan mulai dikenal dalam pendidikan sekolah,
Sesuai dengan perkembangan iptek dan tuntutan serta kebutuhan masyarakat,
kurikulum sekolah mengalami perubahan menjadi Kurikulum 1994. Selanjutnya nama
mata pelajaran PMP pun mengalami perubahan menjadi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) yang terutama didasarkan pada ketentuan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pada ayat 2 undang undang tersebut dikemukakan bahwa isi kurikulum
setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat: (1) Pendidikan
Pancasila; (2) Pendidikan Agama; dan (3) Pendidikan Kewarganegaraan. Pasca Orde
Baru sampai saat ini, nama mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan kembali
mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat diidentifikasi dari dokumen mata
pelajaran PKn (2006) menjadi mata pelajaran PPKn (2013).
Hakikat
dan Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan
Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri yang berhubungan
dengan warga negara. Menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta
tanah air. Melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan
bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945. Agar mampu mengembangkan warga negara yang memiliki watak atau
karakter yang baik dan cerdas (smart and good citizen) untuk hidup dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan demokrasi konstitusional.
Pengantar
Esensi dan Urgensi Identitas Nasional sebagai Salah Satu Determinan Pembangunan
Bangsa dan Karakter
Identitas umumnya berlaku pada
entitas yang sifatnya personal atau pribadi. Sebagai contoh, orang dikenali
dari nama, alamat, jenis kelamin, agama, dan sebagainya. Hal demikian umum
dikenal sebagai identitas diri. Identitas juga dapat berlaku bagi kelompok
masyarakat dan organisasi dari sekelompok orang. Setiap negara yang merdeka dan
berdaulat sudah dapat dipastikan berupaya memiliki identitas nasional agar
negara tersebut dapat dikenal oleh negara-bangsa lain dan dapat dibedakan
dengan bangsa lain. Identitas nasional mampu menjaga eksistensi dan
kelangsungan hidup negarabangsa. Negara-bangsa memiliki kewibawaan dan
kehormatan sebagai bangsa yang sejajar dengan bangsa lain serta akan menyatukan
bangsa yang bersangkutan.
Menelusuri
Konsep dan Urgensi Identitas Nasional
Secara
etimologis identitas nasional berasal dari dua kata “identitas” dan “nasional”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), identitas berarti ciri-ciri atau
keadaan khusus seseorang atau jati diri. Dengan demikian identitas menunjuk
pada ciri atau penanda yang dimiliki oleh sesorang, pribadi dan dapat pula
kelompok. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “nasional” berarti bersifat
kebangsaan, berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri, meliputi suatu bangsa.
Dalam konteks pendidikan kewarganegaraan, identitas nasional lebih dekat dengan
arti jati diri yakni ciri-ciri atau karakeristik, perasaan atau keyakinan
tentang kebangsaan yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain.
Sumber
Historis, Sosiologis, Politik tentang Identitas Nasional Indonesia
Secara
historis, khususnya pada tahap embrionik, identitas nasional Indonesia ditandai
ketika munculnya kesadaran rakyat Indonesia sebagai bangsa yang sedang dijajah
oleh asing pada tahun 1908 yang dikenal dengan masa Kebangkitan Nasional
(Bangsa). Secara sosiologis, identitas nasional telah terbentuk dalam proses
interaksi, komunikasi, dan persinggungan budaya secara alamiah baik melalui
perjalanan panjang menuju Indonesia merdeka maupun melalui pembentukan intensif
pasca kemerdekaan. Identitas nasional pasca kemerdekaan dilakukan secara terencana
oleh Pemerintah dan organisasi kemasyarakatan melalui berbagai kegiatan seperti
upacara kenegaraan dan proses pendidikan dalam lembaga pendidikan formal atau
non formal. Dalam kegiatan tersebut terjadi interaksi antaretnis, antarbudaya,
antarbahasa, antargolongan yang terus menerus dan akhirnya menyatu berafiliasi
dan memperkokoh NKRI. Secara politis, beberapa bentuk identitas nasional
Indonesia yang dapat menjadi penciri atau pembangun jati diri bangsa Indonesia
meliputi: bendera negara Sang Merah Putih, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
atau bahasa negara, lambang negara Garuda Pancasila, dan lagu kebangsaan
Indonesia Raya. Bentuk-bentuk identitas nasional ini telah diatur dalam
peraturan perundangan baik dalam UUD maupun dalam peraturan yang lebih khusus.
Pertemuan
Ke 4
Bendera
Negara Sang Merah Putih
Bendera
Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17
Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka
Sang Saka Merah Putih. Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih saat ini disimpan
dan dipelihara di Monumen Nasional Jakarta.
Bahasa
Negara Bahasa Indonesia
Bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara merupakan hasil kesepakatan para pendiri NKRI.
Bahasa Indonesia berasal dari rumpun bahasa Melayu yang dipergunakan sebagai
bahasa pergaulan (lingua franca) dan kemudian diangkat dan diikrarkan sebagai
bahasa persatuan pada Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928. Bangsa
Indonesia sepakat bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional sekaligus
sebagai jati diri dan identitas nasional Indonesia.
Lambang
Negara Garuda Pancasila
Garuda
adalah burung khas Indonesia yang dijadikan lambang negara. Di tengah-tengah
perisai burung Garuda terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan
khatulistiwa, Lambang Negara yang dilukiskan dengan seekor burung Garuda
merupakan satu kesatuan dengan Pancasila. Artinya, lambang negara tidak dapat
dipisahkan dari dasar negara Pancasila.
Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya
Indonesia
Raya sebagai lagu kebangsaan pertama kali dinyanyikan pada Kongres Pemuda II
tanggal 28 Oktober 1928. Lagu Indonesia Raya selanjutnya menjadi lagu
kebangsaan yang diperdengarkan pada setiap upacara kenegaraan.
Semboyan
Negara Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka
Tunggal Ika artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Semboyan Bhinneka
Tunggal Ika mengandung makna juga bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang
heterogen, tak ada negara atau bangsa lain yang menyamai Indonesia dengan
keanekaragamannya, namun tetap berkeinginan untuk menjadi satu bangsa yaitu
bangsa Indonesia.
Dasar
Falsafah Negara Pancasila
Pancasila
sebagai identitas nasional memiliki makna bahwa seluruh rakyat Indonesia
seyogianya menjadikan Pancasila sebagai landasan berpikir, bersikap, dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Cara berpikir, bersikap, dan
berperilaku bangsa Indonesia tersebut menjadi pembeda dari cara berpikir,
bersikap, dan berperilaku bangsa lain. Pancasila sebagai identitas nasional
tidak hanya berciri fisik sebagai simbol atau lambang, tetapi merupakan
identitas non fisik atau sebagai jati diri bangsa. Pancasila sebagai jati diri
bangsa bermakna nilai-nilai yang dijalankan manusia Indonesia akan mewujud
sebagai kepribadian, identitas, dan keunikan bangsa Indonesia.
Dinamika
dan Tantangan Identitas Nasional Indonesia
1. Lunturnya nilai-nilai luhur
dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara (contoh: rendahnya semangat gotong royong, kepatuhan
hukum, kepatuhan membayar pajak, kesantunan, kepedulian, dan lainlain)
2. Nilai –nilai Pancasila belum
menjadi acuan sikap dan perilaku sehari-hari (perilaku jalan pintas, tindakan
serba instan, menyontek, plagiat, tidak disiplin, tidak jujur, malas, kebiasaan
merokok di tempat umum, buang sampah sembarangan, dan lain-lain)
3. Rasa nasionalisme dan
patriotisme yang luntur dan memudar (lebih menghargai dan mencintai bangsa
asing, lebih mengagungkan prestasi bangsa lain dan tidak bangga dengan prestasi
bangsa sendiri, lebih bangga menggunakan produk asing daripada produk bangsa
sendiri, dan lain-lain).
4. Lebih bangga menggunakan
bendera asing dari pada bendera merah putih, lebih bangga menggunakan bahasa
asing daripada menggunakan bahasa Indonesia.
5. Menyukai simbol-simbol asing
daripada lambang/simbol bangsa sendiri, dan lebih mengapresiasi dan senang
menyanyikan lagu-lagu asing daripada mengapresiasi lagu nasional dan lagu
daerah sendiri.
Tantangan
dan masalah yang dihadapi terkait dengan Pancasila telah banyak mendapat
tanggapan dan analisis sejumlah pakar. Seperti Azyumardi Azra (Tilaar, 2007),
menyatakan bahwa saat ini Pancasila sulit dan dimarginalkan di dalam semua
kehidupan masyarakat Indonesia karena. Pancasila dijadikan sebagai kendaraan
politik, adanya liberalisme politik; dan, lahirnya desentralisasi atau otonomi
daerah.
Menurut
Tilaar (2007), Pancasila telah terlanjur tercemar dalam era Orde Baru yang
telah menjadikan Pancasila sebagai kendaraan politik untuk mempertahankan
kekuasaan yang ada. Liberalisme politik terjadi pada saat awal reformasi yakni
pada pasca pemerintahan Orde Baru.
Pada
hakikatnya, semua unsur formal identitas nasional, baik yang langsung maupun
secara tidak langsung diterapkan, perlu dipahami, diamalkan, dan diperlakukan
sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Permasalahannya terletak
pada sejauh mana warga negara Indonesia memahami dan menyadari dirinya sebagai
warga negara yang baik yang beridentitas sebagai warga negara Indonesia. Oleh
karena itu, warga negara yang baik akan berupaya belajar secara berkelanjutan
agar menjadi warga negara bukan hanya baik tetapi cerdas (to be smart and good
citizen).
Pertemuan
Ke 5
Urgensi
Integrasi Nasional Sebagai Salah Satu Prameter Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Integrasi berasal dari bahasa inggrisnya integrate
yang berarti menyatu padukan, menggabungkan, dan mempersatukan. Dalam KBBI
integrasi artinya pembaruan hingga menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh.
Nasional berasal dari bahasa inggrisnya Nasion yang artinya bangsa.
Integrasi
secara politis berarti penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial dalam
kesatuan wilayah nasional yang membentuk suatu identitas nasional.
Integrasi
secara Antropologi berarti proses penyesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan
yang berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam kehidupan
masyarakat.
Integrasi
nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan – perbedaan yang ada
pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara
nasional. Keuntungan bagi bangsa Indonesia bisa memanfaatkan kekayaan alam
Indonesia atau mengelola budaya - budaya yang melimpah. Namun, dampak
negatifnya dengan wilayah dari budaya yang melimpah akan menghasilkan karakter
– karakter yang berbeda yang dapat mengancam keutuhan bangsa Indonesia.
Konsep
dan Urgensi Integrasi Nasional
1.
Makna
Integrasi Nasional
Secara vertikal mencakup
bagaimana mempersatukan rakyat dengan pemerintah yang hubungannya terintregasi
secara vertikal. Penyatuan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sedangkan
secara horizontal mencakup bagaimana menyatukan rakyat Indonesia yang tingkat
kemajemukkannya cukup tinggi dimana rakyat Indonesia yang memiliki banyak
perbedaan.
2.
Jenis
Integrasi
-
Integrasi
bangsa, menunjukkan pada proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial
dalam satu kesatuan wilayah dan dalam suatu pembentukan identitas nasional.
-
Integrasi
Wilayah, menunjuk pada masalah pembentukan wewenang kekuasaan nasional pusat
diatas unit – unit sosial yang lebih kecil yang beranggotakan kelompok –
kelompok sosial budaya masyarakat tertentu.
- Integrasi
elit masa, menunjuk pada masalah penghubungan antara pemerintah dengan yang
diperintah. Menetapkan perbedaan – perbedaan mengenai aspirasi dan nilai pada
kelompok elit dan masa.
-
Integrasi
nilai, menunjuk pada adanya consensus terhadap nilai yang minimum yang
diperukan dalam memelihara tertib sosial.
-
Integrasi
tingkah laku (perilaku integratif), menunjuk pada penciptaan tingkah laku yang
terintegrasi dan yang diterima demi mencapai tujuan bersama.
3. Integrasi nasional dapat dilihat
dari 3 aspek, antara lain:
-
Integrasi
politik, mencakup dimensi vertikal yang menyangkut hubungan elit dan massa dan
dimensi horizontal mencakup hubungan yang berkaitan dengan masalah teritorial,
antar daerah, antar suku, umat beragama, dan golongan masyarakat Indonesia.
-
Integrasi
ekonomi, terjadinya saling ketergantungan antar daerah dalam upaya memenuhi
kebutuhan hidup rakyat. Adanya saling ketergantungan menjadikan wilayah dan
orang – orang dari berbagai latar akan mengadakan kerja sama yang saling
menguntungkan dan sinergis.
-
Intergritas
sosial budaya, merupakan proses menyesuaian unsur – unsur yang berbeda dalam
masyarakat sehingga menjadi satu kesatuan.
Pentingnya Integrasi Nasional
Integrasi Versus Disintegrasi
Hal
ini disebabkan tujuan negara hanya akan dapat dicapai apabilaterdapat suatu
pemerintah yang mampu menggerakkan dan mengarahkan seluruh potensi masyarakat
agar mau bersatu dan bekerja sama. Untuk mencapai itu, diperlukan hubungan yang
ideal antara pemerintah dan rakyatnya sesuai dengan sistem nilai dan politik
yang di sepakati.
Integrasi
diperlukan guna menciptakan kesetiaan baru terhadap identitas – identitas baru
yang diciptakan (identitas nasional), missal bahasa Indonesia, simbol negara,
semboyan negara, ideologi nasional, dan sebagainya.
Pertemuan
Ke 6
Alasan
diperlukan Integrasi
a) Mempromosikan pengembangan
persatuan nasional.
b) Warga negara mengembangkan
semangat tanggap ketika berhadapan dengan bencananasional.
c) Meningkatkan patriotisme dan
loyalitas di antara warga negara.
d) Mengurangi rasa takut,
kecurigaan, dan perselisihan
e) Integrasi nasional memungkinkan
suatu negara untuk mengembangkan rasa arahan nasionalsehingga orang-orang
mengembangkan dan bekerja menuju pencapaian tujuan nasionalyang terpadu.
f) Mempromosikan damai dari berbagai
kelompok etnis dan ras. Hal ini pada gilirannyameningkatkan perkembangan pesat
dalam perdagangan dan industri.
Sumber Historis, Sosiologis,
Politik tentang Integrasi Nasional
Perkembangan Sejarah Integrasi di
Indonesia
Menurut
Suroyo (2002), sejarah menjelaskan bahwa bangsa kita sudah mengalami
pembangunan integrasi sebelum negara Indonesia merdeka. Menurut Suroyo,
terdapat tiga model integrasi dalam sejarah perkembangan integrasi di
Indonesia, yaitu model integrasi imperium Majapahit, model integrasi Kolonial,
dan model integrasi nasional Indonesia.
a. Model Integrasi Imperium Majapahit
Model integrasi pertama ini
bersifat kemaharajaan (imperium) Majapahit. Struktur kemaharajaan yang begitu
luas ini berstruktur konsentris. Terdapat tiga konsentris Kerajaan Majapahit.
Konsentris pertama disebut wilayah inti kerajaan, yaitu meliputi pulau Jawa dan
Madura yang diperintah langsung oleh raja dan saudara-saudaranya.
b. Model Integrasi Kolonial
Model integrasi kedua ini lebih
tepat disebut dengan integrasi atas wilayah Hindia-Belanda yang baru sepenuhnya
dicapai pada awal abad ke-XX dengan wilayah yang terbentang dari Sabang sampai
Merauke.
c. Model Integrasi Nasional Indonesia
Model integrasi ketiga ini
merupakan proses berintegrasinya bangsa Indonesia sejak bernegara merdeka pada
tahun 1945. Integrasi model ini berbeda dengan integrasi model kedua. Integrasi
model kedua dimaksudkan agar rakyat jajahan mendukung pemerintah kolonial
melalui penguatan birokrasi kolonial dan penguasaan wilayah. Sedangkan integrasi
model ketiga ini dimaksudkan untuk membentuk kesatuan yang baru yakni bangsa
Indonesia yang merdeka, memiliki semangat kebangsaan (nasionalisme) yang baru
atau kesadaran kebangsaan yang baru.
Dalam
sejarahnya, penumbuhan kesadaran berbangsa tersebut dilakukan dengan melalui
beberapa tahapan-tahapan, yaitu sebagai berikut :
1) Masa Perintis
Masa perintis adalah masa mulai
dirintisnya semangat kebangsaan melalui pembentukan organisasi-organisasi
pergerakan. Masa ini ditandai dengan munculnya organisasi pergerakan nasional
Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang diperingati sebagai Hari Kebangkitan
Nasional.
2) Masa Penegas
Masa penegas adalah masa mulai
ditegaskannya semangat kebangsaan pada diri bangsa Indonesia yang ditandai
dengan peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Dengan Sumpah
Pemuda, masyarakat Indonesia yang beranekaragam menyatakan diri sebagai bangsa
yang memiliki satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan yaitu
bahasa Indonesia.
3) Masa Percobaan
Bangsa Indonesia melalui
organisasi pergerakan mencoba meminta kemerdekaan dari Belanda.
Organisasi-organisasi pergerakan yang tergabung dalam GAPI (Gabungan Politik
Indonesia) pada tahun 1938 mengusulkan agar Indonesia Berparlemen.Namun,
perjuangan menuntut Indonesia merdeka tersebut tidak berhasil.
4) Masa Pendobrak
Pada masa ini, semangat dan
gerakan kebangsaan Indonesia telah berhasil mendobrak belenggu penjajahan dan
menghasilkan kemerdekaan. Kemerdekaan bangsa Indonesia diplokamirkan pada
tanggal 17 Agustus 1945. Sejak saat itu, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
merdeka, bebas, dan sederajat dengan bangsa lain. Nasionalisme telah mendasari
bagi pembentukan negara kebangsaan Indonesia modern.
Di sisi politik, proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan pernyataan bangsa Indonesia baik ke dalam
maupun ke luar bahwa bangsa ini telah merdeka, bebas dari belenggu penjajahan,
dan sederajat dengan bangsa lain di dunia. Dari sisi sosial budaya, Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan “revolusi integratifnya” bangsa
Indonesia, dari bangsa yang terpisah dengan beragam identitas menuju bangsa
yang satu, yakni bangsa Indonesia.
Perkembangan Sejarah Integrasi di
Indonesia
Howard
Wriggins dalam Muhaimin dan Collin MaxAndrews (1995) menyebut ada lima
pendekatan atau cara bagaimana para pemimpin politik mengembangkan integrasi
bangsa. Kelima pendekatan tersebut selanjutnya disebut sebagai faktor yang
menentukan tingkat integrasi suatu negara, yaitu :
a. Adanya ancaman dari luar
Adanya ancaman dari luar dapat
menciptakan integrasi masyarakat. Masyarakat akan bersatu, meskipun berbeda
suku, agama, dan ras ketika menghadapi musuh bersama. Contohnya adalah ketika
penjajah Belanda ingin kembali ke Indonesia, masyarakat Indonesia bersatu padu
melawannya, sehingga Belanda tidak jadi kembali ke Indonesia.
b. Gaya politik kepemimpinan
Gaya politik para pemimpin bangsa
dapat menyatukan atau mengintegrasikan masyarakat bangsa tersebut. Pemimpin
yang karismatik, dicintai oleh rakyatnya, dan mempunyai jasa-jasa besar umumnya
mampu menyetukan bangsanya yang ssebelumnya tercerai berai. Misalnya adalah
Nelson Mandela dari Afrika Selatan. Nelson Mandela berhasil menangani masalah
diskriminasi warna kulit di Afrika Selatan.
c. Kekuatan lembaga-lembaga politik
Lembaga politik juga dapat
menjadi sarana pemersatu masyarakat, misalnya birokrasi. Birokrasi yang satu
dan padu dapat menciptakan sistem pelayanan yang sama, baik, dan diterima oleh
masyarakat yang beragam, sehingga pada akhirnya masyarakat akan bersatu dalam
satu sistem pelayanan.
d. Ideologi Nasional
Ideologi mertupakan sekelompok
nilai-nilai yang diterima dan disepakati. Ideologi juga memberikan visi dan
beberapa panduan bagaimana cara menuju visi atau tujuan itu. Jika suatu
masyarakat menerima satu ideologi yang sama, maka memungkinkan masyarakat
tersebut bersatu, walaupun banyak sekali perbedaan di antara masyarakat
tersebut.
e. Kesempatan pembangunan ekonomi
Pembangunan ekonomi merupakan
salah satu hal yang sangat penting untuk menyatukan bangsa Indonesia. Jika
pembangunan ekonomi suatu bangsa berhasil dan menciptakan keadilan, maka
masyarakat bangsa tersebut bisa menerima sebagai satu kesatuan. Namun jika
ekonomi menghasilkan ketidakadilan, maka muncul kesenjangan atau ketimpangan.
Dinamika dan Tantangan Integrasi
Nasional
Dinamika integrasi nasional di
Indonesia
Dinamika itu bisa kita contohkan peristiswa integrasi berdasar 5 (lima) jenis integrasi sebagai berikut:
a. Integrasi bangsa
Tanggal
15 Agustus 2005 melalui MoU (Memorandum of Understanding) di Vantaa, Helsinki,
Finlandia, pemerintah Indonesia berhasil secara damai mengajak Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) untuk kembali bergabung dan setia memegang teguh kedaulatan
bersama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
b.
Integrasi
wilayah
Melalui
Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957, pemerintah Indonesia mengumumkan
kedaulatan wilayah Indonesia yakni lebar laut teritorial seluas 12 mil diukur
dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau Negara
Indonesia. Dengan deklarasi ini maka terjadi integrasi wilayah teritorial
Indonesia.
c.
Integrasi
nilai
Nilai
apa yang bagi bangsa Indonesia merupakan nilai integratif? Jawabnya adalah
Pancasila. Pengalaman mengembangkan Pancasila sebagai nilai integratif
terus-menerus dilakukan, misalnya, melalui kegiatan pendidikan Pancasila baik
dengan mata kuliah di perguruan tinggi dan mata pelajaran di sekolah.
d.
Integrasi
elit-massa
Dinamika
integrasi elit–massa ditandai dengan seringnya pemimpin mendekati rakyatnya
melalui berbagai kegiatan. Misalnya kunjungan ke daerah, temu kader PKK, dan
kotak pos presiden.
e.
Integrasi
tingkah laku (perilaku integratif)
Mewujudkan perilaku integratif
dilakukan dengan pembentukan lembagalembaga politik dan pemerintahan termasuk birokrasi.
Tantangan
dalam membangun integrasi
Dalam
upaya mewujudkan integrasi nasional Indonesia, tantangan yang dihadapi datang
dari dimensi horizontal dan vertikal. Terkait dengan dimensi horizontal ini,
salah satu persoalan yang dialami oleh negara-negara berkembang termasuk
Indonesia dalam mewujudkan integrasi nasional adalah masalah primordialisme
yang masih kuat. Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan
hasil-hasil pembangunan dapat menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan
di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan
kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa. Hal ini bisa berpeluang mengancam
integrasi horizontal di Indonesia. Terkait dengan dimensi vertikal, tantangan
yang ada adalah kesediaan para pemimpin untuk terus menerus bersedia
berhubungan dengan rakyatnya. Tantangan dari dimensi vertikal dan horizontal
dalam integrasi nasional Indonesia tersebut semakin tampak setelah memasuki era
reformasi tahun 1998. Keinginan yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan
aspirasi masyarakat, kebijakan pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan dan
harapan masyarakat, dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang sah, dan
ketaatan warga masyarakat melaksanakan kebijakan pemerintah adalah pertanda adanya
integrasi dalam arti vertikal. Jalinan hubungan dan kerjasama di antara
kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat, kesediaan untuk hidup
berdampingan secara damai dan saling menghargai antara kelompok-kelompok
masyarakat dengan pembedaan yang ada satu sama lain, merupakan pertanda adanya
integrasi dalam arti horizontal.
Pertemuan
Ke 7
Nilai dan Norma Konstitusional
UUD NKRI 1945 dan Kontitusional Ketentuan
Perundang –Unadngan di Bawah UUD
1. Menelusuri
Konsep dan Urgensi Konstitusi dalam Kehidupan Berbangsa-Negara
Konstitusi adalah seperangkat
aturan atau hukum yang berisi ketentuan tentang bagaimana pemerintah diatur dan
dijalankan. Oleh karena aturan atau hukum yang terdapat dalam konstitusi itu
mengatur hal-hal yang amat mendasar dari suatu negara, maka konstitusi
dikatakan pula sebagai hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam
penyelenggaraan suatu negara.
Fungsi
Konstitusi :
a.
Konstitusi
berfungsi sebagai landasan kontitusionalisme. Landasan konstitusionalisme
adalah landasan berdasarkan konstitusi, baik konstitusi dalam arti luas maupun
konstitusi dalam arti sempit.
b.
Konstitusi
berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa, sehingga
penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian,
diharapkan hak-hak warganegara akan lebih terlindungi.
c.
Membatasi
atau mengendalikan kekuasaan penguasa agar dalam menjalankan kekuasaannya tidak
sewenang-wenang terhadap rakyatnya, memberi suatu rangka dasar hukum bagi
perubahan masyarakat yang dicitacitakan tahap berikutnya, dijadikan landasan
penyelenggaraan negara menurut suatu sistem ketatanegaraan tertentu yang
dijunjung tinggi oleh semua warga negaranya, menjamin hak-hak asasi warga
negara.
2. Perlunya
Konstitusi dalam Kehidupan Berbangsa-Negara Indonesia
Konstitusi sebagai hukum dasar
yang membentuk keseluruhan penyelenggaraan berbangsa dan bernegara memiliki
arti penting bagi negara. Setiap Negara-negara baru yang merdeka akan membuat
konstitusi atau peraturan sebaik mungkin
dalam suatu negara termasuk juga Negara Indonesia yang membuat konstitusi yang
terbaik untuk bangsa indonesia. Begitu pentingnya konstitusi bagi negara sebagai Pembagian kekuasaan
antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, Hak asasi manusia,
Prosedur perubahan undang-undang dasar, dan Larangan untuk mengubah sifat
tertentu dari UUD.
3. Menggali
Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Konstitusi dalam Kehidupan
Berbangsa-Negara Indonesia
Menurut Hobbes, manusia pada
“status naturalis” bagaikan serigala. Hingga timbul adagium homo homini lupus
(man is a wolf to [his fellow] man), artinya yang kuat mengalahkan yang lemah.
Lalu timbul pandangan bellum omnium contra omnes (perang semua lawan semua).
Dalam bukunya yang berjudul
Leviathan (1651) ia mengajukan suatu argumentasi tentang kewajiban politik yang
disebut kontrak sosial yang mengimplikasikan pengalihan kedaulatan kepada
primus inter pares yang kemudian berkuasa secara mutlak (absolut).
4. Membangun
Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Konstitusi dalam Kehidupan
Berbangsa-Negara Indonesia
Pada pertengahan 1997, negara
kita dilanda krisis ekonomi dan moneter yang sangat hebat. Krisis ekonomi dan
moneter yang melanda Indonesia ketika itu merupakan suatu tantangan yang sangat
berat.Pada awal era reformasi (pertengahan 1998), muncul berbagai tuntutan
reformasi di masyarakat.Penyelenggaraan negara yang demikian itulah yang
menyebabkan timbulnya kemerosotan kehidupan nasional. Salah satu bukti tentang
hal itu adalah terjadinya krisis dalam berbagai bidang kehidupan (krisis
multidimensional). Dalam perkembangannya, tuntutan perubahan UUD NRI 1945
menjadi kebutuhan bersama bangsa Indonesia. Perubahan UUD NRI 1945 yang
dilakukan oleh MPR, selain merupakan perwujudan dari tuntutan reformasi,
sebenarnya sejalan dengan pemikiran pendiri bangsa (founding father) Indonesia.
Sampai saat ini perubahan yang dilakukan terhadap UUD NRI 1945 sebanyak empat
kali yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Perubahan yang dilakukan
dimaksudkan guna menyesuaikan dengan tuntutan dan tantangan yang dihadapi saat
itu.
5. Mendeskripsikan
Esensi dan Urgensi Konstitusi dalam Kehidupan Berbangsa-Negara
konstitusi dalam bahasa Perancis
adalah constituer yang berarti membentuk atau pembentukan. Yang dimaksud dengan
membentuk di sini adalah membentuk suatu negara. Oleh karena itu, konstitusi
berarti menjadi dasar pembentukan suatu negara. Dengan demikian dapat dikatakan
tanpa konstitusi, negara tidak mungkin terbentuk. Konstitusi menempati posisi
yang sangat krusial dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Hamid S. Attamimi,
berpendapat bahwa pentingnya suatu konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah
sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas, sekaligus tentang bagaimana
kekuasaan negara harus dijalankan.
0 Comments: